Jatuh Bangun di Balik Kesuksesan Bisnis Netflix

Sejarah Netflix

 

Pendiri netflix, Reed Hastings terinspirasi oleh kesuksesan perusahaan e-commerce amazon.com ketika video berformat DVD diluncurkan di Amerika. Dia punya ide untuk memulai bisnis penyewaan DVD berbasis situs web seperti Amazon.

 

Ukuran DVD yang compact tipis dan ringan memungkinkannya untuk dikirim melalui pos. Maka di tahun 1998 netflix.com meluncur. Pelanggan dapat memilih koleksi DVD dan menyewanya melalui website tersebut. Kemudian DVD yang disewakan dikirim melalui pos langsung menuju rumah si pelanggan. 

 

Di akhir tahun 2001 pemutar DVD yang harganya semakin murah, menjadi hadiah akhir tahun yang sangat populer. Maka permintaan untuk layanan berlangganan DVD pun meningkat luar biasa. Dalam rangka membiayai rencana pengembangannya, netflix melakukan aksi go public pada 29 Mei 2002, menjual 5,5 juta lembar saham dengan harga 15 US Dollar per lembarnya.

 

Setahun kemudian netflix berhasil mencapai satu juta subscriber sekaligus meraih keuntungan pertamanya. Di tahun 2005, netflix berhasil mengirim satu juta film setiap harinya dari koleksi total sebanyak 35.000 judul film, dan merayakan pengiriman keping DVD yang ke 1 miliar di tahun 2007.

 

Inovasi Gila Netflix

 

Di tahun 2004, netflix melakukan eksperimentasi bisnis video streaming, bekerjasama dengan perusahaan penyedia hardware stereofox. Eksperimentasi pertama ini ternyata gagal. Netflix kesulitan mendapatkan license dari Hollywood.

 

Tahun 2008, netflix mulai berhasil menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar produsen dan distributor film terkenal, seperti Disney, Sony, Paramount, MJM dan Lionsgate. Di sisi saluran distribusi, Netflix juga bekerjasama dengan berbagai sistem hiburan yang populer seperti, PlayStation Xbox, Nintendo, dan Apple. Hasilnya, semakin banyak orang yang tertarik untuk berlangganan netflix. 

 

Maka di tahun 2010, jumlah video yang di streamingkan ternyata sudah melampaui jumlah DVD yang disewakan. Dari situ kemudian Netflix memutuskan untuk fokus pada layanan video streaming. Kemudian, perlahan tapi pasti, layanan penyewaan DVD netflix akan diakhiri. 

 

Transisi netflix dari penyewaan DVD menuju video streaming ini tidak mendapatkan respon yang baik dari pelanggannya. Netflix saat itu kehilangan 800.000 subscribers dan saham Netflix drop 75%. 

 

Perlu 2 tahun untuk Netflix bisa kembali ke posisi awal. Pada saat itu netflix bukan pemain tunggal di bisnis video streaming. Pesaingnya Hulu dan Amazon video sudah mulai mendapatkan traction di pasar. 

 

Maka melihat hal itu, netflix kembali berinovasi dengan memproduksi serial originalnya sendiri. Tidak seperti serial lain yang dirilis mingguan, netflix memutuskan untuk merilis semua episodenya secara bersamaan. Strategi itu juga merupakan upaya netflix untuk mengakali biaya lisensi konten streaming film yang terus meningkat.

 

Serial original Netflix terus bermunculan, dan terbukti mampu mendatangkan banyak sekali pelanggan baru. Di tahun 2015, layanan Netflix sudah bisa dinikmati di 50 negara.

 

Kemudian pandemic Covid-19 dimulai pada akhir 2019. Hampir semua kota di dunia menerapkan kebijakan Lockdown. Kantor tutup, pusat hiburan tutup, dan mereka tidak bisa pergi ke mana-mana. Mereka stuck di rumah dan mencari hiburan dengan menonton TV. 

 

Saat itulah netflix diuntungkan. Jumlah orang yang berlangganan meningkat secara drastis. Pundi-pundi uang perusahaan pun terdongkrak naik. Pada puncaknya nilai kapitalisasi pasar Netflix mencapai 360 milyar US Dollar atau setara 4.454 triliun rupiah.

 

Badai Bisnis Kembali Menerpa Netflix

 

Kejayaan Netflix tidak bertahan lama. Di bulan April 2022, Netflix mengungkapkan bahwa perusahaan video streaming itu telah kehilangan 200.000 pelanggan di kuartal 1 tahun ini, dan diprediksi akan kehilangan 2 juta pelanggan lagi di kuartal kedua. 

 

Investor pun merespon dengan menjual saham netflix secara massal, mengakibatkan jatuhnya nilai saham Netflix sebesar 40 persen hanya dalam dua hari saja. Salah satu investor kakap Netflix mengatakan, bahwa kami kehilangan kepercayaan pada kemampuan kami untuk memprediksi prospek masa depan Netflix dengan tingkat kepastian yang memadai.

 

Netflix langsung kehilangan market cap senilai 54 miliar US Dollar dalam satu hari. Apa yang menyebabkan kejatuhan dramatic dari netflix ini? 

 

Pertama, munculnya pesaing kelas kakap yang mencuri pelanggan Netflix. Jika sebelumnya Netflix hanya bersaing dengan sesama serta startup video streaming, dalam lima tahun terakhir Netflix harus bersaing dengan raksasa konten dunia yang ikut masuk ke industri video streaming. Sebutlah HBO dengan HBO Max, Paramount dengan Paramount plus, Disney dengan Disney plus, Amazon dengan Amazone Prime, Apple dengan Apple TV. 

 

Netflix juga mulai kehilangan lisensi atas film dan serial populer. Para raksasa media tadi yang memiliki hak paten atas konten-konten tersebut, menarik konten itu dari netflix untuk dirilis di platform mereka sendiri. Mereka juga memproduksi banyak film atau serial original layaknya Netflix. Maka dalam waktu singkat apa yang dulunya menjadi keunggulan netflix, yaitu jumlah dan varian konten, serta film dan serial originalnya, tidak lagi menjadi keunggulan kompetitif.

 

Kedua, para baru-baru kelas kakap itu juga sangat agresif dalam menetapkan harga jualnya. Biaya langganan Apple TV hanya 5 US Dollar per bulannya. HBO Max 15 dollar, Disney plus 12 dollar. Sementara biaya berlangganan Netflix terus naik, dari 16 dollar yang sudah lebih mahal dari pesaingnya itu, kini bahkan mencapai hampir 20 US Dollar per bulannya untuk tier yang paling tinggi.

 

Hal ini semakin menjadi pemicu dikarenakan meningkatnya inflasi dan suku bunga acuan. Harga-harga kebutuhan pokok masyarakat meningkat. Masyarakat tidak ada pilihan selain mengurangi pengeluaran. Netflix diduga menjadi pilihan yang pertama. Bisa jadi mereka sepenuhnya berhenti langganan layanan video streaming, atau bisa jadi mereka meninggalkan netflix dan beralih ke alternatif lain yang lebih murah.